Hari ‘Asyura merupakan hari kesepuluh pada bulan Muharram. Rasulullah SAW
telah menggalakkan umat Islam agar berpuasa pada hari ini karena hari tersebut
memiliki kelebihan tersendiri disamping kelebihan bulan Muharram itu sendiri. 10
Muharram juga telah mencatatkan beberapa peristiwa penting untuk renungan kita
bersama yaitu pada hari inilah nabi Musa dan pengikutnya telah diselamatkan
oleh Allah daripada musuh mereka. Pada hari ini juga tercatat peristiwa pahit
dalam sejarah Islam yaitu pembunuhan kejam terhadap Yang Mulia Sayyidina Husain
Radiallahu’anhu yang merupakan cucu kesayangan Rasulullah SAW di bumi Karbala.
Pembunuhan yang kejam ini dilakukan oleh Syiah Kuffah dan bukan oleh tentara
Yazid bin Mu’awiyah sebagaimana dikatakan oleh sekelempok pihak. Walaupun adanya mazhab Syiah yang
menyatakan bahwa pada hari ini tidak boleh berpuasa karena kita semua harus
bersedih dengan pembunuhan Sayyidina Husain Radiallahu’anhu pada 10 Muharram.
Kita jawab balik pendapat mereka bahwa kita semua disunatkan berpuasa pada
setiap hari Senin, sedangkan pada hari Senin merupakan hari wafatannya
junjungan besar Muhammad SAW yang lebih besar kesedihannya, tetapi kita semua
tetap berpuasa sunat pada hari tersebut.
Puasa Tasyu’a adalah puasa sunnah yang dilaksanakan pada tanggal 9 Muharram. Sedangkan Puasa Asyura adalah puasa sunnah yang dilaksanakan pada tanggal 10 Muharram.
Hukum Puasa Tasyu’a dan Puasa Asyura
Hukum puasa tasyu’a dan puasa asyura adalah sunnah muakkad, yaitu sunnah yang sangat dianjurkan. Sunnah yang kuat.
Dalil sunnahnya puasa Asyura adalah sebagai berikut:
Hukum puasa tasyu’a dan puasa asyura adalah sunnah muakkad, yaitu sunnah yang sangat dianjurkan. Sunnah yang kuat.
Dalil sunnahnya puasa Asyura adalah sebagai berikut:
صَامَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - عَاشُورَاءَ ، وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ
Nabi SAW berpuasa Asyura dan memerintahkan supaya orang-orang berpuasa. (Muttafaq alaih)
Ketika menjelaskan hadits ini dalam Nuzhatul Muttaqin Syarh Riyadhus Shalihin, DR. Mustofa Said Al Khin, DR. Mustofa Al Bugho, Muhyidin Mistu, Ali Asy Syirbaji, dan Muhammad Amin Luthfi mengatakan: puasa asyura adalah sunah muakkad.
Hadits lain yang menunjukkan bahwa Puasa Asyura termasuk sunnah adalah sebagai berikut:
كَانَ عَاشُورَاءُ يَوْمًا تَصُومُهُ قُرَيْشٌ فِى الْجَاهِلِيَّةِ ، وَكَانَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - يَصُومُهُ ، فَلَمَّا قَدِمَ الْمَدِينَةَ صَامَهُ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ ، فَلَمَّا نَزَلَ رَمَضَانُ كَانَ مَنْ شَاءَ صَامَهُ ، وَمَنْ شَاءَ لاَ يَصُومُهُ
Hari asyura adalah hari yang dipuasakan oleh orang-orang Quraisy pada masa jahiliyah. Rasulullah juga biasa puasa pada saat itu. Ketika datang ke Madinah, beliau berpuasa pada hari itu dan menyuruh orang-orang untuk turut berpuasa. Maka ketika difardhukan puasa Ramadhan, beliau bersabda, “Siapa yang ingin berpuasa, ia berpuasa, dan siapa yang tidak, ia berbukalah.” (Muttafaq alaih)
Sedangkan tentang Puasa Tasu’a, para ulama’ biasanya memakai dalil hadits berikut ini:
لَئِنْ بَقِيتُ إِلَى قَابِلٍ لأَصُومَنَّ التَّاسِعَ
Seandainya aku masih hidup sampai tahun depan, niscaya aku benar-benar akan berpuasa pada hari kesembilan (HR. Muslim)
Rasulullah SAW memang belum sempat berpuasa tasu’a, tetapi hadits qauliyah di atas menjadi dalil bahwa puasa tasu’a juga disunnahkan. Dari sana kemudian para sahabat melakukan puasa tasu’a itu demikian juga tabi’in, tabi’ut tabiin, dan generasi sesudahnya.
Sejarah Puasa Tasu’a dan Asyura
Puasa Asyura (10 Muharram) sebenarnya telah dilakukan Rasulullah SAW pada periode Makkiyah (sebelum hijrah). Bahkan, orang-orang Quraisy pada masa jahiliyah juga melakukannya.
Ketika Rasulullah hijrah dan tiba di Madinah, beliau mendapati orang-orang Yahudi melakukan hal serupa. Maka beliau bertanya pada mereka mengapa mereka berpuasa pada hari asyura itu. Setelah mendapatkan jawaban tentang kemuliaan hari itu bagi Nabi Musa a.s., maka Rasulullah SAW memberitahukan bahwa kaum muslimin lebih berhak atas hari itu. Kaum muslimin di Madinah pun mengerjakan puasa itu dengan sungguh-sungguh, hingga tiba kewajiban puasa Ramadhan pada tahun 2 H dan sejak saat itu Rasulullah menegaskan bahwa puasa Asyura adalah puasa sunnah.
Puasa Asyura (10 Muharram) sebenarnya telah dilakukan Rasulullah SAW pada periode Makkiyah (sebelum hijrah). Bahkan, orang-orang Quraisy pada masa jahiliyah juga melakukannya.
Ketika Rasulullah hijrah dan tiba di Madinah, beliau mendapati orang-orang Yahudi melakukan hal serupa. Maka beliau bertanya pada mereka mengapa mereka berpuasa pada hari asyura itu. Setelah mendapatkan jawaban tentang kemuliaan hari itu bagi Nabi Musa a.s., maka Rasulullah SAW memberitahukan bahwa kaum muslimin lebih berhak atas hari itu. Kaum muslimin di Madinah pun mengerjakan puasa itu dengan sungguh-sungguh, hingga tiba kewajiban puasa Ramadhan pada tahun 2 H dan sejak saat itu Rasulullah menegaskan bahwa puasa Asyura adalah puasa sunnah.
كَانَ عَاشُورَاءُ يَوْمًا تَصُومُهُ قُرَيْشٌ فِى الْجَاهِلِيَّةِ ، وَكَانَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - يَصُومُهُ ، فَلَمَّا قَدِمَ الْمَدِينَةَ صَامَهُ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ ، فَلَمَّا نَزَلَ رَمَضَانُ كَانَ مَنْ شَاءَ صَامَهُ ، وَمَنْ شَاءَ لاَ يَصُومُهُ
Hari asyura adalah hari yang dipuasakan oleh orang-orang Quraisy pada masa jahiliyah. Rasulullah juga biasa puasa pada saat itu. Ketika datang ke Madinah, beliau berpuasa pada hari itu dan menyuruh orang-orang untuk turut berpuasa. Maka ketika difardhukan puasa Ramadhan, beliau bersabda, “Siapa yang ingin berpuasa, ia berpuasa, dan siapa yang tidak, ia berbukalah.” (Muttafaq alaih)
قَدِمَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - الْمَدِينَةَ ، فَرَأَى الْيَهُودَ تَصُومُ يَوْمَ عَاشُورَاءَ ، فَقَالَ مَا هَذَا . قَالُوا هَذَا يَوْمٌ صَالِحٌ ، هَذَا يَوْمٌ نَجَّى اللَّهُ بَنِى إِسْرَائِيلَ مِنْ عَدُوِّهِمْ ، فَصَامَهُ مُوسَى . قَالَ فَأَنَا أَحَقُّ بِمُوسَى مِنْكُمْ . فَصَامَهُ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ
Nabi SAW datang ke Madinah dan beliau melihat orang-orang Yahudi berpuasa pada hari asyura. Lalu Nabi SAW bertanya, “Ada apa ini?” Mereka menjawab, “Hari ini merupakan hari terbaik, yaitu saat Allah membebaskan Nabi Musa a.s dan Bani Israel dari kepungan musuh mereka, hingga hari itu dijadikan Nabi Musa a.s. sebagai hari puasa.” Lalu Nabi SAW bersabda, “Aku lebih berhak memuliakan hari ini dibandingkan kalian.” Kemudian beliau menyuruh kaum muslimin agar ikut berpuasa. (HR. Bukhari)
Pada tahun 9 H, tepatnya satu tahun sebelum Rasulullah SAW wafat, sebagian sahabat melapor kepada Rasulullah SAW bahwa hari asyura adalah hari yang dibesarkan Yahudi dan Nasrani. Sementara Islam memiliki semangat menghindari tasyabuh, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
Barangsiapa menyerupai orang-orang kafir, maka ia termasuk golongan mereka. (HR. Abu Dawud)
Maka Rasulullah SAW berazam di tahun yang akan datang beliau akan menjalankan puasa pada hari kesembilan juga, yang dikenal dengan Puasa Tasu’a. Namun, belum sampai tahun depan itu datang, Rasulullah SAW wafat.
حِينَ صَامَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ - إِنْ شَاءَ اللَّهُ - صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ
Ketika Rasulullah SAW berpuasa pada hari Asyura dan memetintahkan orang agar berpuasa padanya, mereka berkata, “Ya Rasulullah, ia adalah suatu hari yang dibesarkan oleh orang Yahudi dan Nasrani.” Maka Rasulullah bersabda, “Jika datang tahun depan, insya Allah kita berpuasa pada hari kesembilan.” Ibnu Abbas berkata, “Maka belum lagi datang tahun berikutnya itu, Rasulullah SAW pun wafat.” (HR. Muslim dan Abu Dawud).
Fadhilah (Keutamaan) Puasa Tasyu’a dan Asyura
Puasa Tasyu’a dan puasa Asyura termasuk puasa sunnah yang memiliki fadhilah yang luar biasa. Diantara fadhilan puasa Tasyu’a dan puasa Asyura itu adalah sebagai berikut:
Pertama, menjadi puasa yang paling utama setelah puasa Ramadhan
سُئِلَ أَىُّ الصَّلاَةِ أَفْضَلُ بَعْدَ الْمَكْتُوبَةِ وَأَىُّ الصِّيَامِ أَفْضَلُ بَعْدَ شَهْرِ رَمَضَانَ فَقَالَ أَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الصَّلاَةِ الْمَكْتُوبَةِ الصَّلاَةُ فِى جَوْفِ اللَّيْلِ وَأَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ شَهْرِ رَمَضَانَ صِيَامُ شَهْرِ اللَّهِ الْمُحَرَّمِ
Rasulullah SAW ditanya, “Shalat manakah yang lebih utama setelah shalat fardhu dan puasa manakah yang lebih utama setelah puasa Ramadhan?” Nabi SAW bersabda, “Shalat yang paling uatama setelah shalat fardhu adalah shalat di tengah malamdan puasa yang paling utama setelah puasa Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah (yang kamu namakan) Muharram.” (HR. Muslim, Abu Dawud, dan Ahmad)
Kedua, orang yang berpuasa asyura diampuni dosanya selama satu tahun sebelumnya
سُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَاشُورَاءَ فَقَالَ يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ
Rasulullah ditanya tentang puasa asyura, beliau menjawab, “dapat menghapus dosa setahun sebelumnya.” (HR. Muslim)
Ketiga, Mengikuti
jejak Rasulullah SAW yang merupakan sunnahnya dengan mengamalkannya dan
mendakwahkannya, sebagai bentuk ibadah yang utama kepada Allah swt.
Bid'ah - bid'ah
pada hari 'Asyura-'
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah
ditanya tentang perbuatan yang dikerjakan manusia pada hari 'Asyura-' seperti
bercelak, mandi, memakai pacar, saling bersalaman, memasak biji-bijian dan memperlihatkan kesenangan serta
yang lainnya… Apakah yang demikian itu ada dasarnya atau tidak?
Dijawab: "Segala puji milik
Allah Rabb semesta alam, tidak ada di dalam hal ini satu riwayat hadits shahihpun dari Nabi Muhammad SAW,
tidak juga dari para shahabatnya, tidak dianjurkan pula oleh satupun dari para Imam yang empat akan hal
tersebut, tidak pula dari selain mereka dan para pengarang kitab-kitab mu'tabar (terpandang)
juga tidak meriwayatkan sesuatupun dalam hal ini dan tidak dari riwayat Nabi Muhammad SAW dan dari para
shahabat, juga dari tabi'in, tidak ada dari hadits yang shahih, tidak juga dari hadits yang lemah. Tetapi
sebagian orang-orang generasi terakhir telah meriwayatkan dalam perkara ini beberapa hadits, seperti apa yang
mereka riwayatkan bahwa; "Barangsiapa yang bercelak pada hari 'Asyura-' maka ia tidak akan pedih matanya
pada tahun itu", dan " Barang siapa yang mandi pada hari 'Asyura-' maka ia tidak akan sakit pada
tahun itu " dan yang semisal dengan itu… dan bahkan mereka telah meriwayatkan sebuah hadits palsu
mendustakan Nabi Muhammad r: "Bahwasanya barang siapa yang bermurah atas keluarganya pada
hari 'Asyura-' maka Allah Akan melapangkan rizqinya sepanjang tahun". Dan
seluruh riwayat-riwayat ini tentang Nabi Muhammad r adalah bohong.
Kemudian beliau rahimahullah menyebutkan
secara ringkas apa yang telah terjadi pada awal mula umat ini berupa
kekacauan-kekacauan, kejadian-kejadian dan terbunuhnya Husain Radiallahu’anhu serta apa yang dikerjakan oleh beberapa kelompok
disebabkan hal itu, beliau juga berkata: "Lalu timbullah kelompok yang bodoh dan zhalim, baik itu
kelompoknya orang mulhid munafik atau kelompok sesat yang berlebihan
yang memperlihatkan kecintaan
kepadanya dan kepada Ahlu Bait, kelompok tersebut menjadikan hari 'Asyura-' sebagai hari berkabung, kesedihan
dan ratapan. Dan kelompok itu memperlihatkan di dalam hari itu syi'ar-syi'ar orang-orang jahiliyah berupa
pemukulan wajah, pengrobekan kantong-kantong baju, dan bertakziyah bak layaknya orang jahiliyah… dan
mensenandungkan kashidah-kashidah kesedihan, menceritakan riwayat-riwayat yang di dalamnya terdapat penuh
dengan kebohongan. Dan tidak ada kejujuran di dalam peringatan ini kecuali saling berganti
tangis, fanatisme, penyebaran kebencian dan perperangan, menyebarkan fitnah diantara umat Islam, menjadikan
hal yang demikian itu untuk mencaci para sahabat yang lebih dahulu masuk Islam…kesesatan dan bahaya mereka
terhadap umat Islam tidak bisa dihitung oleh orang yang fasih di dalam berbicara, sedangkan yang
menentang mereka ada beberapa kelompok, baik itu dari orang-orang Nawashib yang sangat benci terhadap Husein
dan Ahlu Bait radhiyallahu 'anhum atau dari orang-orang bodoh yang melawan kerusakan dengan
kerusakan, kebohongan dengan kebohongan, kejelekan dengan kejelekan, bid'ah dengan bid'ah maka mereka membuat
kabar-kabar palsu di dalam syi'ar-syi'ar kebahagian dan kesenangan pada hari 'Asyura-' seperti
bercelak dan memakai pacar, dan banyak memberikan nafkah kepada keluarga, memasak makanan-makanan tidak
seperti biasanya dan seperti yang lainnya dari pekerjaan yang dikerjakan pada hari-hari raya dan
musim-musim bersejarah. Maka mereka (kelompok kedua-pent) menjadikan hari 'Asyura-' sebagai musim hari
raya dan kesenangan sedangkan mereka (kelompok pertama) menjadikan hari 'Asyura-' sebagai hari
kesusahan, mereka mendirikan di dalamnya kesedihan dan kesenangan dan keduanya telah melakukan kesalahan keluar
daripada sunnah… (al Fatawa al Kubra milik Ibnu Taimiyah rahimahullah).
Ibnu Hajj rahimahullah menyebutkan
termasuk dari perbuatan-perbuatan bid'ah hari 'Asyura-' adalah sengaja mengeluarkan zakat
di dalamnya baik itu diakhirkan atau di majukan (dari waktu asalnya) dan mengkhususannya dengan menyembelih
ayam dan juga para wanita memakai pacar. (al Madkhal juz 1, hari 'Asyura-').
Kita memohon kepada Allah agar
termasuk dari orang-orang yang berpegang teguh dengan sunnah nabinya yang mulia, dan semoga
kita di hidupkan di atas agama Islam, diwafatkan di atas keimanan, semoga Allah memberikan kita taufik
untuk mengerjakan apa yang Dia cintai dan ridhai. Dan kita memohon kepada Allah agar menolong kita untuk
bisa mengingat-Nya, bersyukur kepada-Nya, mengerjakan ibadah kepada-Nya dengan baik, menerima (amal
ibadah) dari kita dan menjadikan kita termasuk orang-orang yang bertakwa dan merahmati kepada nabi
kita Muhammad r dan kepada para keluarga serta seluruh shahabat beliau.
Posting Komentar